Postingan

Peen #1

Barangkali kekuatan terbesarmu adalah wujud harapan yang paling nyata, kau hanya perlu menggenggamnya, jangan lepaskan. Tenang saja, kalau langit sudah setuju, kita pasti akan bertemu dalam waktu yang tepat. Aku masih menatap birumu, berdiri di ujung tebing. Di sini aku melemparkan diriku bersama angin supaya kau bisa memelukku dengan erat. Puan, jika cintaku keliru, jika rindu ini kebohongan, kau boleh berpaling. Kukira semesta tak sekejam ini.

ANALISIS STRUKTUR, KOHESI DAN KOHERENSI CERPEN HENING DI UJUNG SENJA KARYA WILSON NADEAK

Hening di Ujung Senja Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja. Katanya itu anaknya yang bungsu. Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua? “Kita teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu. Tidak jauh dari tepi Danau Toba,” katanya memperkenalkan diri. Wau, kataku dalam hati. Itu enam puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali. “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula,” katanya melanjutkan. Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk. Belum juga dapat kutebak siapa mereka. Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya. “Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan. “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?” tanyanya membuat aku agak risih. Dulu pernah keinginan timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak pernah dijual. Pelahan-...