ANALISIS STRUKTUR, KOHESI DAN KOHERENSI CERPEN HENING DI UJUNG SENJA KARYA WILSON NADEAK


Hening di Ujung Senja

Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja. Katanya itu anaknya yang bungsu. Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua?
“Kita teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu. Tidak jauh dari tepi Danau Toba,” katanya memperkenalkan diri. Wau, kataku dalam hati. Itu enam puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali. “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula,” katanya melanjutkan. Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk. Belum juga dapat kutebak siapa mereka. Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya. “Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan. “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?” tanyanya membuat aku agak risih. Dulu pernah keinginan timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak pernah dijual. Pelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku.
“Rumah kita dahulu berhadap-hadapan, ya?” kataku. Ia mengangguk. “Kalau begitu, kau si Tunggul?”
“Ya,” jawabnya dengan wajah yang mulai cerah.
Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan. “Jangan biarkan orang lain menduduki tanahmu. Suatu saat nanti, keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka,” katanya dengan penuh keyakinan. “Kita sudah sama tua. Mungkin tidak lama lagi kita akan berlalu. Kalau kau perlu bantuan, aku akan menolongmu.”
“Akan kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku.
Pertemuan singkat itu berlalu dalam tahun. Pembicaraan sesama kakak-beradik tidak tiba pada kesimpulan. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Dan ketika aku berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia dengan beberapa kerabat dekat lainnya. Kudapati ia terbaring di tempat tidur, di ruangan sempit dua kali dua meter. Beberapa slang oksigen di hidungnya. Ia bernapas dengan bantuan oksigen. Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang. Beginilah keadaanku. Sudah berbulan-bulan.” Agak sulit baginya berbicara. Dadanya tampak sesak bernapas. Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah itu. Kuserahkan persoalannya kepada keluarga dekat.
Dalam kesibukan, waktu jua yang memberi kabar. Seorang kerabat dekat, waktu berjumpa di Jakarta, berbisik padaku, “Tunggul sudah tiada, pada usia yang ke-67.”
“Oh, Tuhan,” kataku kepada diriku sendiri. Kami lahir dalam tahun yang sama. Sebelum segala sesuatu rencana terwujud, usia telah ditelan waktu! Giliranku? bisikku pada diriku.
***
Rendi selalu datang dalam mimpi. Diam-diam, lalu menghilang. Dahulu ia teman sekantor. Tetapi, karena mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim istrinya ke Amerika, justru ingin mengadu nasib. Ia menyusul kemudian, dengan meninggalkan pekerjaan tanpa pemberitahuan. Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke California. Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru, bangun subuh dan mengidari bagian kota, melempar-lemparkan koran ke rumah-rumah. Entah apalagi yang dilakukannya, demi kehidupan yang tidak mengenal belas kasihan.
Setahun berada di sana, ia kehilangan istrinya, derita yang membawa duka karena kanker payudara. Sepi merundung hidupnya, di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja, membuatnya resah. Barangkali hidup tidak mengenal kompromi. Kerja apa pun harus dilakukan dengan patuh. Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu cukup melelahkan untuk bertahan hidup. Tiada kawan untuk membantu. Semua bertahan hidup harus berkejaran dengan waktu. Dari agen koran subuh, sampai rumah jompo dari siang sampai senja, lalu pulang ke apartemen, merebahkan diri seorang diri, sampai waktu mengantar subuh dan mengulangi ritual siklus kehidupan.
Dari kesunyian hati itu, ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja.
Tetapi, dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang diri, dengan bus dan kereta api. Seperti seorang turis, suatu senja, entah serangan apa yang mendera dadanya, barangkali asmanya kumat. Ia terkulai di ruang hajat. Di sebuah stasiun kereta, petugas mencoba membuka kamar toilet. Menemukan kawan itu dalam keadaan tidak bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles. Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon ke alamat di Bandung. Dari Bandung berita disampaikan kepada anaknya, tetapi kebetulan sedang ke Paris. Jenazah dibawa ke rumah anaknya, dan dimakamkan kerabat dekat yang ada di kota “Y”.
Tragis, pada usia ke-64 itu, ia mengembara jauh merajut hidup, tapi ia berhenti dalam kesepian, jauh dari kenalan dan kerabat. Beberapa kenalan saja yang menghantarnya ke tempat istirah.
Terlalu sering ia datang di dalam mimpi yang membuatku galau.
***
Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS. Aku berhenti di pinggir jalan ramai dan mencoba membaca berita yang masuk.
Lusiana baru saja meninggal dunia. Tutup usia menjelang ulang tahun ke-61.
Besok akan dimakamkan. Kalau sempat, hadirlah.
Lusiana seorang sekretaris eksekutif yang hidup mati demi kariernya. Ia lupa kapan ia pernah disentuh rasa cinta, sampai cinta itu pun ditampiknya. Menjelang usia renta, ia menyaksikan ayah dan ibunya satu demi satu meninggalkan hidup yang fana. Juga abangnya, pergi mendadak entah menderita penyakit apa. Karier tidak meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris. Kawan-kawan meratapinya, dan melepasnya dalam kesunyian hati.
Hening di atas nisannya. Burung pun enggan hinggap dekat pohon yang menaungi makamnya.
Tidak biasa aku berlibur dengan keluarga. Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di tengah keramaian Jakarta, yang berangkat subuh dan pulang menjelang tengah malam dari kantornya. Ada kejenuhan dalam tugasnya yang rutin, membuat ia mengambil keputusan libur ke Bali bersama orang tua. Aku yang terbiasa masuk kantor dan pulang kantor selama puluhan tahun, kerapkali lupa cuti karena tidak tahu apa yang harus dilakukan waktu cuti. Dan kini, aku duduk di tepi laut Hindia, menyaksikan ombak memukul-mukul pantai, dan sebelum senja turun ke tepi laut, matahari memerah dan bundar, cahaya keindahan Tuhan, sangat mengesankan ratusan orang dari pelbagai bangsa terpaku di atas batu-batu.
Tiba-tiba ada dering di HP istriku, sebuah SMS dengan tulisan: Tan, Ibu Maria baru saja meninggal dunia. Kasihan dia. Di dalam Kitab Sucinya banyak mata uang asing.
Ibu Maria menyusul suaminya yang sudah bertahun-tahun meninggal dunia, dalam usianya yang ke-72. Ia pekerja keras sepeninggal suaminya yang dipensiunkan sebelum waktunya. Suaminya meninggal dalam usia ke-67 saat anaknya berpergian ke luar negeri dan tidak hadir ketika penguburannya.
Ibu Maria meninggal mendadak.
***
Aku baru saja menerima telepon dari kakakku yang sulung, dalam usianya yang ke-78. Kudengar suaranya gembira, walaupun aku tahu sakitnya tidak kunjung sembuh. Kalimat terakhirnya dalam telepon itu berbunyi: Tetaplah tabah, Dik. Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka tetap sehat….
Dan tadi pagi, aku teringat. Usia menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum sampai ke situ, aku bertanya-tanya kepada diriku, jejak mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?
Aku tepekur.
Hening di ujung senja.

1.      Tabel Satuan Peristiwa Cerpen Hening di Unjung Senja Karya Wilson Nadeak


No.
Satuan Peristiwa
1.
Tunggul tiba-tiba muncul di muka pintu rumah tokoh Aku dengan tubuh yang kurus dan anak bungsunya.
2.
Tokoh Aku mempersilahkan Tunggul dan anaknya duduk.
3.
Tunggul menceritakan tentang masa kecilnya kepada tokoh Aku, karena tokoh Aku lupa dengan Tunggul.
4.
Tokoh Aku ingat dengan Tunggul yang merupakan temannya waktu kecil.
5.
Tunggul mengatakan kepada tokoh Aku perlunya tanah leluhur dipertahankan, karena mereka sudah sama-sama tua.
6.
Tokoh Aku berkunjung ke kampung halaman.
7.
Tokoh Aku melihat Tunggul terbaring di tempat tidur, di ruangan sempit dua kali dua meter. Beberapa slang oksigen di hidungnya. Ia bernapas dengan bantuan oksigen.
8.
Seorang kerabat dekat tokoh Aku yang waktu itu berjumpa di Jakarta, berbisik padanya, “Tunggul sudah tiada, pada usia yang ke-67.”
9.
Tokoh Aku selalu bermimpi tentang Rendi yang merupakan teman sekantornya dulu.
10.
Rendi mengirim isterinya ke Amerika. Tak lama kemudian ia menyusul isterinya.
11.
Rendi bekerja sebagai loper koran di California.
12.
Setahun kemudian Rendi kehilangan isterinya karena kanker payudara.
13.
Kemudian Rendi cuti ke Tanah Air untuk mencari teman hidup di usia senja.
14.
Rendi mengembara dengan bus dan kereta api.
15.
Rendi ditemukan tidak bernyawa di toilet subuah stasiun kereta.
16.
Rendi di makamkan di rumah kerabat dekat yang ada di kota “Y”.
17.
Tokoh Aku berhenti di jalan karena ingin membaca SMS yang masuk.
18.
Lusiana baru saja meninggal dunia. Tutup usia menjelang ulang tahun ke-61.
19.
Lusiana seorang sekretaris eksekutif yang hidup mati demi karier.
20.
Tiba-tiba HP isteri tokoh Aku berdering karena ada SMS yang masuk dengan tulisan: Tan, Ibu Maria baru saja meninggal dunia. Kasihan dia. Di dalam Kitab Sucinya banyak mata uang asing.
21.
Tokoh aku menerima sebua telepon dari kakak sulungya, dalam usia yang ke-78.
22.
Kalimat terakhir kakak sulung tokoh Aku dalam telepon itu berbunyi: Tetaplah tabah, Dik. Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka tetap sehat…
23.
Tokoh Aku terpekur memikirkan usianya yang menjelang ke-70.
24.
Hening di ujung senja.

 
1.      Tabel Struktur Instrinsik Cerpen Hening di Unjung Senja Karya Wilson Nadeak
No.
Unsur
Penjelasan
1.
Tokoh
a.       Aku
b.      Tunggul
c.       Rendi
d.      Lusiana
e.       Ibu Maria
2.
Penokohan
a.       Aku
 pekerja keras: dibuktikan dari (masuk dan pulang kantor selama puluhan tahun, kerapkali lupa cuti).
tidak gegabah: dibuktikan dari(“Akan kupikirkan).
b.      Tunggul
suka menolong: dibuktikan dari (“Kalau kau perlu bantuan, aku akan menolongmu”).
cinta terhadap tanah leluhurnya: dibuktikan dari (mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan).
c.       Rendi
pekerja keras: dibuktikan dari ( menjadi agen koran di California dari subuh sampai senja).
d.      Lusiana
pekerja keras: dibuktikan dari ( yang hidup dan mati demi kariernya).
e.       Ibu Maria
pekerja keras: dibuktikan dari ( ia pekerja keras sepeninggal suaminya yang dipensiunkan sebelum waktunya).
3.
Alur
Alur yang digunakan adalah alur mundur. Karena setiap teman Tokoh Aku ada yang meninggal. Diceritakannya jejak hidup teman tokoh Aku pada saat sebelum meninggal.
4.
Tema dan amanat
a.       Tema: kehidupan
b.      Amanat: lakukanlah segala sesuatu dengan usaha yang paling maksimal sebelum waktu menelan usia kita.
Hening di Ujung Senja
Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja. Katanya itu anaknya yang bungsu. Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua?
Kita teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu. Tidak jauh dari tepi Danau Toba,” katanya memperkenalkan diri. Wau, kataku dalam hati. Itu enam puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali. “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula,” katanya melanjutkan. Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk. Belum juga dapat kutebak siapa mereka. Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya. “Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan. “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?” tanyanya membuat aku agak risih. Dulu pernah keinginan timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak pernah dijual. Pelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku.
“Rumah kita dahulu berhadap-hadapan, ya?” kataku. Ia mengangguk. “Kalau begitu, kau si Tunggul?”
“Ya,” jawabnya dengan wajah yang mulai cerah.
Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan. “Jangan biarkan orang lain menduduki tanahmu. Suatu saat nanti, keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka,” katanya dengan penuh keyakinan. “Kita sudah sama tua. Mungkin tidak lama lagi kita akan berlalu. Kalau kau perlu bantuan, aku akan menolongmu.”
“Akan kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku.
Pertemuan singkat itu berlalu dalam tahun. Pembicaraan sesama kakak-beradik tidak tiba pada kesimpulan. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Dan ketika aku berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia dengan beberapa kerabat dekat lainnya. Kudapati ia terbaring di tempat tidur, di ruangan sempit dua kali dua meter. Beberapa slang oksigen di hidungnya. Ia bernapas dengan bantuan oksigen. Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang. Beginilah keadaanku. Sudah berbulan-bulan.” Agak sulit baginya berbicara. Dadanya tampak sesak bernapas. Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah itu. Kuserahkan persoalannya kepada keluarga dekat.
Dalam kesibukan, waktu jua yang memberi kabar. Seorang kerabat dekat, waktu berjumpa di Jakarta, berbisik padaku, “Tunggul sudah tiada, pada usia yang ke-67.”
“Oh, Tuhan,” kataku kepada diriku sendiri. Kami lahir dalam tahun yang sama. Sebelum segala sesuatu rencana terwujud, usia telah ditelan waktu! Giliranku? bisikku pada diriku.
***
Rendi selalu datang dalam mimpi. Diam-diam, lalu menghilang. Dahulu ia teman sekantor. Tetapi, karena mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim istrinya ke Amerika, justru ingin mengadu nasib. Ia menyusul kemudian, dengan meninggalkan pekerjaan tanpa pemberitahuan. Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke California. Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru, bangun subuh dan mengidari bagian kota, melempar-lemparkan koran ke rumah-rumah. Entah apalagi yang dilakukannya, demi kehidupan yang tidak mengenal belas kasihan.
Setahun berada di sana, ia kehilangan istrinya, derita yang membawa duka karena kanker payudara. Sepi merundung hidupnya, di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja, membuatnya resah. Barangkali hidup tidak mengenal kompromi. Kerja apa pun harus dilakukan dengan patuh. Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu cukup melelahkan untuk bertahan hidup. Tiada kawan untuk membantu. Semua bertahan hidup harus berkejaran dengan waktu. Dari agen koran subuh, sampai rumah jompo dari siang sampai senja, lalu pulang ke apartemen, merebahkan diri seorang diri, sampai waktu mengantar subuh dan mengulangi ritual siklus kehidupan.
Dari kesunyian hati itu, ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja.
Tetapi, dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang diri, dengan bus dan kereta api. Seperti seorang turis, suatu senja, entah serangan apa yang mendera dadanya, barangkali asmanya kumat. Ia terkulai di ruang hajat. Di sebuah stasiun kereta, petugas mencoba membuka kamar toilet. Menemukan kawan itu dalam keadaan tidak bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles. Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon ke alamat di Bandung. Dari Bandung berita disampaikan kepada anaknya, tetapi kebetulan sedang ke Paris. Jenazah dibawa ke rumah anaknya, dan dimakamkan kerabat dekat yang ada di kota “Y”.
Tragis, pada usia ke-64 itu, ia mengembara jauh merajut hidup, tapi ia berhenti dalam kesepian, jauh dari kenalan dan kerabat. Beberapa kenalan saja yang menghantarnya ke tempat istirah.
Terlalu sering ia datang di dalam mimpi yang membuatku galau.
***
Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS. Aku berhenti di pinggir jalan ramai dan mencoba membaca berita yang masuk.
Lusiana baru saja meninggal dunia. Tutup usia menjelang ulang tahun ke-61.
Besok akan dimakamkan. Kalau sempat, hadirlah.
Lusiana seorang sekretaris eksekutif yang hidup mati demi kariernya. Ia lupa kapan ia pernah disentuh rasa cinta, sampai cinta itu pun ditampiknya. Menjelang usia renta, ia menyaksikan ayah dan ibunya satu demi satu meninggalkan hidup yang fana. Juga abangnya, pergi mendadak entah menderita penyakit apa. Karier tidak meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris. Kawan-kawan meratapinya, dan melepasnya dalam kesunyian hati.
Hening di atas nisannya. Burung pun enggan hinggap dekat pohon yang menaungi makamnya.
Tidak biasa aku berlibur dengan keluarga. Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di tengah keramaian Jakarta, yang berangkat subuh dan pulang menjelang tengah malam dari kantornya. Ada kejenuhan dalam tugasnya yang rutin, membuat ia mengambil keputusan libur ke Bali bersama orang tua. Aku yang terbiasa masuk kantor dan pulang kantor selama puluhan tahun, kerapkali lupa cuti karena tidak tahu apa yang harus dilakukan waktu cuti. Dan kini, aku duduk di tepi laut Hindia, menyaksikan ombak memukul-mukul pantai, dan sebelum senja turun ke tepi laut, matahari memerah dan bundar, cahaya keindahan Tuhan, sangat mengesankan ratusan orang dari pelbagai bangsa terpaku di atas batu-batu.
Tiba-tiba ada dering di HP istriku, sebuah SMS dengan tulisan: Tan, Ibu Maria baru saja meninggal dunia. Kasihan dia. Di dalam Kitab Sucinya banyak mata uang asing.
Ibu Maria menyusul suaminya yang sudah bertahun-tahun meninggal dunia, dalam usianya yang ke-72. Ia pekerja keras sepeninggal suaminya yang dipensiunkan sebelum waktunya. Suaminya meninggal dalam usia ke-67 saat anaknya berpergian ke luar negeri dan tidak hadir ketika penguburannya.
Ibu Maria meninggal mendadak.
***
Aku baru saja menerima telepon dari kakakku yang sulung, dalam usianya yang ke-78. Kudengar suaranya gembira, walaupun aku tahu sakitnya tidak kunjung sembuh. Kalimat terakhirnya dalam telepon itu berbunyi: Tetaplah tabah, Dik. Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka tetap sehat….
Dan tadi pagi, aku teringat. Usia menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum sampai ke situ, aku bertanya-tanya kepada diriku, jejak mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?
Aku tepekur.
Hening di ujung senja.


Abc = pengacuan persona
Abc =pengacuan demonstratif
Abc =perangkaian (konjungsi)
Abc = pengulangan (repetisi)
Abc = sinonim
Abc= antonim
Abc= sebab akibat


No.
Pengacuan persona
Pengacuan demonstratif
perangkaian (konjungsi)
Pengulangan (repitisi)
sinonim
antonim
Sebab akibat
1.
Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja.
Katanya itu anaknya yang bungsu.
“Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula,”
Karier tidak meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris.

Sepi merundung hidupnya, di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja,
Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS. Aku berhenti di pinggir jalan ramai dan mencoba membaca berita yang masuk.
2.
Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua?

Itu enam puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali.
Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan.
“Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?”

Dari agen koran subuh, sampai rumah jompo dari siang sampai senja,
Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon ke alamat di Bandung. Dari Bandung berita disampaikan kepada anaknya,
3.
Kita teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu.
Dulu pernah keinginan timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak pernah dijual.
“Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku.



yang terbiasa masuk kantor dan pulang kantor selama puluhan tahun...

4.
Wau, kataku dalam hati
Suatu saat nanti, keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka
Tetapi, karena mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim istrinya ke Amerika




5.
“Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula
Pertemuan singkat itu berlalu dalam tahun.
ia memulai kariernya yang baru, bangun subuh dan mengidari bagian kota,




6.
Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk.
Seorang kerabat dekat, waktu berjumpa di Jakarta,
...derita yang membawa duka karena kanker payudara.




7.
Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya.
Dahulu ia teman sekantor.
di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja,




8.
“Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan.
ia mengirim istrinya ke Amerika, justru ingin mengadu nasib.
Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu cukup melelahkan untuk bertahan hidup.




9.
“Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?” tanyanya membuat aku agak risih.
Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke California.
...sampai rumah jompo dari siang sampai senja, lalu pulang ke apartemen




10.
Pelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku.
Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru,
merebahkan diri seorang diri, sampai waktu mengantar subuh dan mengulangi ritual siklus kehidupan.





11.
“Rumah kita dahulu berhadap-hadapan, ya?” kataku. Ia mengangguk. “Kalau begitu, kau si Tunggul?”
Setahun berada di sana, ia kehilangan istrinya,
Tetapi, dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang diri, dengan bus dan kereta api.




12.
Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan.
Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu cukup melelahkan untuk bertahan hidup.
...tetapi kebetulan sedang ke Paris.




13.
“Jangan biarkan orang lain menduduki tanahmu.
Dari kesunyian hati itu, ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja.
ia mengembara jauh merajut hidup, tapi ia berhenti dalam kesepian, jauh dari kenalan dan kerabat.




14.
keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka,” katanya dengan penuh keyakinan.
Menemukan kawan itu dalam keadaan tidak bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles.
Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS.




15.
Mungkin tidak lama lagi kita akan berlalu. Kalau kau perlu bantuan, aku akan menolongmu.
Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon ke alamat di Bandung.
menyaksikan ayah dan ibunya satu demi satu meninggalkan hidup yang fana.




16.
“Akan kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku.
..tetapi kebetulan sedang ke Paris
Kawan-kawan meratapinya, dan melepasnya dalam kesunyian hati.




17.
Dan ketika aku berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia dengan beberapa kerabat dekat lainnya.
Tragis, pada usia ke-64 itu, ia mengembara jauh merajut hidup
Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di tengah keramaian Jakarta,




18.
Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang.
Ia lupa kapan ia pernah disentuh rasa cinta, sampai cinta itu pun ditampiknya.
...yang berangkat subuh dan pulang menjelang tengah malam dari kantornya.




19.
Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah itu. Kuserahkan persoalannya kepada keluarga dekat.
Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di tengah keramaian Jakarta
...kerapkali lupa cuti karena tidak tahu apa yang harus dilakukan waktu cuti.




20.
Kami lahir dalam tahun yang sama.
membuat ia mengambil keputusan libur ke Bali bersama orang tua.
menyaksikan ombak memukul-mukul pantai, dan sebelum senja turun ke tepi laut, matahari memerah dan bundar




21.
Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru
Dan kini, aku duduk di tepi laut Hindia,
saat anaknya berpergian ke luar negeri dan tidak hadir ketika penguburannya.




22.
ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja.
Kalimat terakhirnya dalam telepon itu berbunyi: Tetaplah tabah, Dik.
Kudengar suaranya gembira, walaupun aku tahu sakitnya tidak kunjung sembuh.




23.
Jenazah dibawa ke rumah anaknya
Dan tadi pagi, aku teringat.
Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka tetap sehat….




24.
Terlalu sering ia datang di dalam mimpi yang membuatku galau.
menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum sampai ke situ,
menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum sampai ke situ,




25.
Lusiana seorang sekretaris eksekutif yang hidup mati demi kariernya.
jejak mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?
jejak mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?




26.
Tidak biasa aku berlibur dengan keluarga.






27.
Tiba-tiba ada dering di HP istriku, sebuah SMS dengan tulisan: Tan, Ibu Maria baru saja meninggal dunia.






28.
Ibu Maria menyusul suaminya yang sudah bertahun-tahun meninggal dunia






29.
Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka tetap sehat….








ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI
CERPEN HENING DI UJUNG SENJA
KARYA WILSON NADEAK

Analisis Kohesi Cerpen Hening di Ujung Senja
Kohesi Gramatikal
Kohesi gramatikal adalah kepaduan yang dicapai dengan menggunakan elemen dan aturan gramatikal. Kohesi gramatikal, antara lain, dapat terbentuk melalui pengacuan (referensi), substitusi, ellipsis dan perangkaian (konjungsi).
a.        Referensi (Pengacuan)
Referensi atau pengacuan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Jenis kohesi gramatikal pengacuan diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu (1) pengacuan persona, (2) pengacuan demonstratif, dan (3) pengacuan komparatif. Dalam wacana Teks cerpen ini  ditemukan 54 data yang termasuk ke dalam pengacuan atau referensi.

Pengacuan Persona
1.      Pada data (1) terdapat pronomina persona ketiga tunggal di mana kalimat
Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja.
2.      Pada data (2) terdapat pronomina persona pertama tunggal di mana kalimat Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua?
3.      Pada data (3) terdapat pronomina persona pertama jamak di mana kalimat Kita teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu.
4.      Pada data (4) terdapat pronomina persona pertama tunggal di mana kalimatWau, kataku dalam hati”.
5.      Pada data (5) terdapat pronomina persona kedua tunggal dan persona pertama jamak di mana kalimat “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula.
6.      Pada data (6) terdapat pronomina persona pertama tunggal di mana kalimat “Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk”.
7.      Pada data (7) terdapat pronomina persona ketiga tunggal dan persona ketiga jamak di mana kalimat “Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya”.
8.      Pada data (8) terdapat pronomina persona kedua tunggal dan persona ketiga tunggal di mana “Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan.
9.      Pada data (9) terdapat pronomina persona kedua tunggal dan persona ketiga tunggal di mana “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya.
10.  Pada data (10) terdapat pronomina persona pertama tunggal di manaPelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku”.
11.  Pada data (11) terdapat pronomina persona pertama jamak dan persona pertama tunggal di mana “Rumah kita dahulu berhadap-hadapan, ya?” kataku?”.
12.   Pada data (12) terdapat pronomina persona ketiga tunggal di mana “Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan.
13.  Pada data (13) terdapat pronomina persona kedua tunggal di mana “Jangan biarkan orang lain menduduki tanahmu”.
14.  Pada data (14) terdapat pronomina persona kedua tunggal, persona ketiga jamak, dan persona ketiga tunggal di mana “keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka,” katanya dengan penuh keyakinan.”.
15.  Pada data (15) terdapat pronomina persona kedua tunggal dan persona pertama tunggal di mana Mungkin tidak lama lagi kita akan berlalu. Kalau kau perlu bantuan, aku akan menolongmu.
16.  Pada data (16) terdapat pronomina persona pertama tunggal di mana “Akan kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku”.
17.  Pada data (17) terdapat pronomina persona pertama tunggal dan persona ketiga tunggal di manaDan ketika aku berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia dengan beberapa kerabat dekat lainnya.”.
18.  Pada data (18) terdapat pronomina persona ketiga tunggal, persona pertama tunggal, dan persona kedua tunggal di mana “Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang.”.
19.  Pada data (19) terdapat pronomina persona pertama tunggal di mana Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah itu. Kuserahkan persoalannya kepada keluarga dekat.”.
20.  Pada data (20) terdapat pronomina persona pertama jamak di mana “Kami lahir dalam tahun yang sama”.
21.  Pada data (21) terdapat pronomina persona ketiga tunggal di mana “Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru”.
22.  Pada data (22) terdapat pronomina persona ketiga tunggal di mana “ ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja”.
23.  Pada data (23) terdapat pronomina persona ketiga tunggal di mana “Jenazah dibawa ke rumah anaknya”.
24.  Pada data (24) terdapat pronomina persona ketiga tunggal dan persona pertama tunggal di mana“Terlalu sering ia datang di dalam mimpi yang membuatku galau.”.
25.  Pada data (25) terdapat pronomina persona ketiga tunggal di mana “Lusiana seorang sekretaris eksekutif yang hidup mati demi kariernya”.
26.  Pada data (26) terdapat pronomina persona pertama tunggal di mana “Tidak biasa aku berlibur dengan keluarga.”.
27.  Pada data (27) terdapat pronomina persona pertama tunggal di mana “Tiba-tiba ada dering di HP istriku, sebuah SMS dengan tulisan: Tan, Ibu Maria baru saja meninggal dunia”.
28.  Pada data (28) terdapat pronomina persona ketiga tunggal di mana “Ibu Maria menyusul suaminya yang sudah bertahun-tahun meninggal dunia”.
29.  Pada data (29) terdapat pronomina persona kedua tunggal, persona kedua jamak, dan persona pertama tunggal di mana “Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka tetap sehat….”.

Pengacuan Demonstratif
1.      Pada data (1) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat agak dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Katanya itu anaknya yang bungsu.”
2.      Pada data (2) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat agak dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Itu enam puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali.
3.      Pada data (3) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu yang lampau yaitu kata “dulu” pada kalimat Dulu pernah keinginan timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak pernah dijual.”
4.      Pada data (4) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu yang akan datang yaitu kata “saat nanti” pada kalimat “Suatu saat nanti, keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka”.
5.      Pada data (5) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat agak dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Pertemuan singkat itu berlalu dalam tahun.”
6.      Pada data (6) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Jakarta” pada kalimat “Seorang kerabat dekat, waktu berjumpa di Jakarta”.
7.      Pada data (7) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu lampau dibicarakan yaitu kata “dahulu” pada kalimat Dahulu ia teman sekantor.”
8.      Pada data (8) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Amerika” pada kalimat “ia mengirim istrinya ke Amerika, justru ingin mengadu nasib”.
9.      Pada data (9) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “         Bali, Hawaii, dan California” pada kalimat “Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke California.”
10.  Pada data (10) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu yang sedang dibicarakan yaitu kata “ini” pada kalimat “Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru”.
11.  Pada data (11) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat yang jauh dari penutur yaitu kata “sana” pada kalimat “Setahun berada di sana, ia kehilangan istrinya”
12.  Pada data (12) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat yang agak dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu cukup melelahkan untuk bertahan hidup”.
13.  Pada data (13) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat yang agak dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Dari kesunyian hati itu, ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja”.
14.  Pada data (14) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat yang agak dekat dengan penutur dan tempat eksplisit yaitu kata “itudan “Los Angeles” pada kalimat “Menemukan kawan itu dalam keadaan tidak bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles.
15.  Pada data (15) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Los Angeles dan “Bandung” pada kalimat “Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon ke alamat di Bandung.”
16.  Pada data (16) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Paris” pada kalimat “..tetapi kebetulan sedang ke Paris.
17.  Pada data (17) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat agak dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Tragis, pada usia ke-64 itu, ia mengembara jauh merajut hidup” .
18.  Pada data (18) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat agak dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Ia lupa kapan ia pernah disentuh rasa cinta, sampai cinta itu pun ditampiknya.
19.  Pada data (19) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu yang sedang dibicarakan yaitu kata “ini” dan pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Jakarta” pada kalimat “Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di tengah keramaian Jakarta .
20.  Pada data (20) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Bali” pada kalimat “membuat ia mengambil keputusan libur ke Bali bersama orang tua”.
21.  Pada data (21) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu yang sedang dibicarakan yaitu kata “kinidan pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu pada kata “Laut Hindia” pada kalimat “Dan kini, aku duduk di tepi laut Hindia.
22.  Pada data (22) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat agak dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Kalimat terakhirnya dalam telepon itu berbunyi: Tetaplah tabah, Dik.”.
23.  Pada data (23) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu netral yaitu kata “pagi” pada kalimat “Dan tadi pagi, aku teringat.”
24.  Pada data (24) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat agak dekat dengan penutur yaitu kata “situ” pada kalimat “menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum sampai ke situ”.
25.  Pada data (25) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat yang sedang dibicarakan yaitu kata “ini” pada kalimat “jejak mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?”

Pengacuan Konjungsi
Konjungsi atau perangkaian adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Dari segi makna, konjungsi dibagi menjadi 15 macam yaitu, (1) sebab-akibat, (2) pertentangan, (3) kelebihan (eksesif), (4) perkecualian (ekseptif), (5) konsesif, (6) tujuan, (7) penambahan (aditif), (8) pilihan (alternatif), (9) harapan (optatif), (10) urutan (sekuensial), (11) perlawanan, (12) waktu, (13) syarat, (14) cara, (15) makna lainnya. Dalam wacana sastra cerpen Hening di Ujung Senja ditemukan  25 data yang termasuk ke dalam konjungsi.
1.      Konjungsi penambahan, datanya adalah: “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
2.      Konjungsi urutan, datanya adalah: “Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan”. Konjungsi urutannya adalah kata “lalu”.
3.      Konjungsi penambahan,  datanya adalah: “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
4.      Konjungsi koordinatif dan penanda hubungan sebab, datanya adalah: “Tetapi, karena mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim istrinya ke Amerika”. Konjungsi koordinatif adalah kata “tetapi” dan konjungsi penanda hubungan sebab adalah kata “karena”.
5.      Konjungsi penambahan,  datanya adalah: “ia memulai kariernya yang baru, bangun subuh dan mengidari bagian kota”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
6.      Konjungsi hubungan sebab, datanya adalah: “...derita yang membawa duka karena kanker payudara. Konjungsi hubungan sebab adalah kata “karena”.
7.      Konjungsi penambahan,  datanya adalah: “di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
8.      Konjungsi koordinatif, datanya adalah: “Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu cukup melelahkan untuk bertahan hidup. Konjungsi koordinatif adalah kata “tetapi”.
9.      Konjungsi urutan, datanya adalah: “...sampai rumah jompo dari siang sampai senja, lalu pulang ke apartemen”. Konjungsi urutan adalah kata “lalu”.
10.  Konjungsi penambahan,  datanya adalah: “merebahkan diri seorang diri, sampai waktu mengantar subuh dan mengulangi ritual siklus kehidupan”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
11.  Konjungsi koordinatif dan penambahan, datanya adalah: “Tetapi, dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang diri, dengan bus dan kereta api. Konjungsi koordinatif adalah kata “tetapi” dan konjungsi penambahan adalah kata “dan”.
12.  Konjungsi koordinatif, datanya adalah: ”...tetapi kebetulan sedang ke Paris.”. konjungsi koordinatif adalah kata “tetapi”.
13.  Konjungsi koordinatif dan penambahan, datanya adalah: “ia mengembara jauh merajut hidup, tapi ia berhenti dalam kesepian, jauh dari kenalan dan kerabat”. Konjungsi koordinatif adalah kata “tapi” dan konjungsi penambahan adalah kata “dan”.
14.  Konjungsi koordinatif, datanya adalah: “Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS. Konjungsi koordinatif adalah kata “kemudian”.
15.  Konjungsi penambahan datanya adalah: “menyaksikan ayah dan ibunya satu demi satu meninggalkan hidup yang fana”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
16.  Konjunsi penambahan, datanya adalah: “Kawan-kawan meratapinya, dan melepasnya dalam kesunyian hati. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
17.  Konjungsi hubungan sebab,  datanya adalah: “Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di tengah keramaian Jakarta”. Konjungsi hubungan sebab adalah kata “karena”.
18.  Konjungsi Penambahan, datanya adalah:“...yang berangkat subuh dan pulang menjelang tengah malam dari kantornya”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
19.  Konjungsi penambahan,  datanya adalah: “...yang berangkat subuh dan pulang menjelang tengah malam dari kantornya”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
20.  Konjungsi penambahan, datanya adalah: “menyaksikan ombak memukul-mukul pantai, dan sebelum senja turun ke tepi laut, matahari memerah dan bundar”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
21.  Konjungsi penambahan, datanya adalah: “saat anaknya berpergian ke luar negeri dan tidak hadir ketika penguburannya”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
22.  Konjungsi penanda hubungan konsesif,  datanya adalah: “Kudengar suaranya gembira, walaupun aku tahu sakitnya tidak kunjung sembuh”. Konjungsi penanda hubungan konsesif adalah kata “walaupun”.
23.  Konjunsi penambahan, datanya adalah: “Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka tetap sehat….”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
24.  Konjungsi penambahan hubungan konsesif,  datanya adalah: “menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum sampai ke situ”. Konjungsi penanda hubungan konsesif adalah kata “walaupun”.
25.  Konjunsi penambahan, datanya adalah: “jejak mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?”. penambahannya adalah kata “dan”.

Repetisi (pengulangan)
Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi suku kata, kata atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam 2003:35). Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisis dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis. Dalam wacana sastra, cerpen Hening di Ujung Senja ditemukan 2  data yang termasuk ke dalam repetisi.
1.      Repetisi epizeuksis, datanya adalah: Karier tidak meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris. Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut pada kalimat ini kata yang diulang adalah kata “tidak”.
2.      Repetisi anaphora, datanya adalah: “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?”. Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.
Antonimi (lawan makna)
 antonimi dipakai untuk menyatakan lawan makna sedangkan kata yang berlawanan disebut antonim. Antonimi adalah relasi antarmakna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras. Antonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi menjadi lima macam, yaitu (a) oposisi mutlak, (b oposisi kutub, (c) oposisi hubungan, (d) oposisi hirarkial, dan (e) oposisi majemuk. Dalam wacana sastra, cerpen Hening di Ujung Senja ditemukan 3  data yang termasuk ke dalam antonim.
1.      Antonim mutlak, datanya adalah:“Sepi merundung hidupnya, di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja”.
2.      Antonim mutlak, datanya adalah:“Dari agen koran subuh, sampai rumah jompo dari siang sampai senja”.
3.      Antonim mutlak, datanya adalah:“yang terbiasa masuk kantor dan pulang kantor selama puluhan tahun...”

Hubungan Sebab Akibat
Koherensi ini dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan sebab, sedangkan kalimat berikutnya menyatakan akibat. Berikut penggunaan hubungan sebab-akibat dalam kalimat. Dalam wacana sastra, cerpen Hening di Ujung Senja ditemukan 2  data yang termasuk ke dalam koherensi sebab akibat.
1.      Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS. Aku berhenti di pinggir jalan ramai dan mencoba membaca berita yang masuk. Pada kalimat tersebut, dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan sebab, sedangkan berikutnya menyatakan akibat dari sebab tersebut.
2.      Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon ke alamat di Bandung. Dari Bandung berita disampaikan kepada anaknya,Pada kalimat tersebut, dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan sebab, sedangkan berikutnya menyatakan akibat dari sebab tersebut dan seterusnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Penggolongan Sastra Nusantara Cerita Binatang dan Pelipur Lara

Membandingkan Cerpen Malin Deman dan Cerpen Jaka Tarub Berdasarkan Ilmu Sastra Bandingan