ANALISIS STRUKTUR, KOHESI DAN KOHERENSI CERPEN HENING DI UJUNG SENJA KARYA WILSON NADEAK
Hening di Ujung Senja
Ia
tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak
remaja. Katanya itu anaknya yang bungsu. Kupersilakan duduk sambil
bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua?
“Kita
teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu. Tidak jauh dari tepi Danau
Toba,” katanya memperkenalkan diri. Wau, kataku dalam hati. Itu enam puluh tahun
yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali. “Ketika
sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula,”
katanya melanjutkan. Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk. Belum juga dapat
kutebak siapa mereka. Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya.
“Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan. “Tidakkah engkau peduli
kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?”
tanyanya membuat aku agak risih. Dulu pernah keinginan timbul di hati untuk
membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak pernah dijual.
Pelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku.
“Rumah
kita dahulu berhadap-hadapan, ya?” kataku. Ia mengangguk. “Kalau begitu, kau si
Tunggul?”
“Ya,”
jawabnya dengan wajah yang mulai cerah.
Lalu
ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan. “Jangan biarkan orang lain
menduduki tanahmu. Suatu saat nanti, keturunanmu akan bertanya-tanya tentang
negeri leluhur mereka,” katanya dengan penuh keyakinan. “Kita sudah sama tua.
Mungkin tidak lama lagi kita akan berlalu. Kalau kau perlu bantuan, aku akan
menolongmu.”
“Akan
kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku.
Pertemuan
singkat itu berlalu dalam tahun. Pembicaraan sesama kakak-beradik tidak tiba
pada kesimpulan. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Dan ketika aku
berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia dengan beberapa kerabat dekat
lainnya. Kudapati ia terbaring di tempat tidur, di ruangan sempit dua kali dua
meter. Beberapa slang oksigen di hidungnya. Ia bernapas dengan bantuan oksigen.
Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang. Beginilah
keadaanku. Sudah berbulan-bulan.” Agak sulit baginya berbicara. Dadanya tampak
sesak bernapas. Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah itu. Kuserahkan
persoalannya kepada keluarga dekat.
Dalam
kesibukan, waktu jua yang memberi kabar. Seorang kerabat dekat, waktu berjumpa
di Jakarta, berbisik padaku, “Tunggul sudah tiada, pada usia yang ke-67.”
“Oh,
Tuhan,” kataku kepada diriku sendiri. Kami lahir dalam tahun yang sama. Sebelum
segala sesuatu rencana terwujud, usia telah ditelan waktu! Giliranku? bisikku
pada diriku.
***
Rendi
selalu datang dalam mimpi. Diam-diam, lalu menghilang. Dahulu ia teman
sekantor. Tetapi, karena mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim istrinya
ke Amerika, justru ingin mengadu nasib. Ia menyusul kemudian, dengan
meninggalkan pekerjaan tanpa pemberitahuan. Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke
California. Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru, bangun
subuh dan mengidari bagian kota, melempar-lemparkan koran ke rumah-rumah. Entah
apalagi yang dilakukannya, demi kehidupan yang tidak mengenal belas kasihan.
Setahun
berada di sana, ia kehilangan istrinya, derita yang membawa duka karena kanker
payudara. Sepi merundung hidupnya, di tengah keramaian kota dan keheningan pagi
dan senja, membuatnya resah. Barangkali hidup tidak mengenal kompromi. Kerja
apa pun harus dilakukan dengan patuh. Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu
cukup melelahkan untuk bertahan hidup. Tiada kawan untuk membantu. Semua
bertahan hidup harus berkejaran dengan waktu. Dari agen koran subuh, sampai
rumah jompo dari siang sampai senja, lalu pulang ke apartemen, merebahkan diri
seorang diri, sampai waktu mengantar subuh dan mengulangi ritual siklus
kehidupan.
Dari
kesunyian hati itu, ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia
senja.
Tetapi,
dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang diri, dengan bus dan kereta
api. Seperti seorang turis, suatu senja, entah serangan apa yang mendera
dadanya, barangkali asmanya kumat. Ia terkulai di ruang hajat. Di sebuah
stasiun kereta, petugas mencoba membuka kamar toilet. Menemukan kawan itu dalam
keadaan tidak bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles.
Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles
datang telepon ke alamat di Bandung. Dari Bandung berita disampaikan kepada
anaknya, tetapi kebetulan sedang ke Paris. Jenazah dibawa ke rumah anaknya, dan
dimakamkan kerabat dekat yang ada di kota “Y”.
Tragis,
pada usia ke-64 itu, ia mengembara jauh merajut hidup, tapi ia berhenti dalam
kesepian, jauh dari kenalan dan kerabat. Beberapa kenalan saja yang
menghantarnya ke tempat istirah.
Terlalu
sering ia datang di dalam mimpi yang membuatku galau.
***
Beberapa
waktu kemudian, aku mendapat SMS. Aku berhenti di pinggir jalan ramai dan
mencoba membaca berita yang masuk.
Lusiana
baru saja meninggal dunia. Tutup usia menjelang ulang tahun ke-61.
Besok
akan dimakamkan. Kalau sempat, hadirlah.
Lusiana
seorang sekretaris eksekutif yang hidup mati demi kariernya. Ia lupa kapan ia
pernah disentuh rasa cinta, sampai cinta itu pun ditampiknya. Menjelang usia
renta, ia menyaksikan ayah dan ibunya satu demi satu meninggalkan hidup yang
fana. Juga abangnya, pergi mendadak entah menderita penyakit apa. Karier tidak
meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris. Kawan-kawan meratapinya, dan
melepasnya dalam kesunyian hati.
Hening
di atas nisannya. Burung pun enggan hinggap dekat pohon yang menaungi makamnya.
Tidak
biasa aku berlibur dengan keluarga. Kepergian ini hanyalah karena anak yang
hidup di tengah keramaian Jakarta, yang berangkat subuh dan pulang menjelang
tengah malam dari kantornya. Ada kejenuhan dalam tugasnya yang rutin, membuat
ia mengambil keputusan libur ke Bali bersama orang tua. Aku yang terbiasa masuk
kantor dan pulang kantor selama puluhan tahun, kerapkali lupa cuti karena tidak
tahu apa yang harus dilakukan waktu cuti. Dan kini, aku duduk di tepi laut
Hindia, menyaksikan ombak memukul-mukul pantai, dan sebelum senja turun ke tepi
laut, matahari memerah dan bundar, cahaya keindahan Tuhan, sangat mengesankan
ratusan orang dari pelbagai bangsa terpaku di atas batu-batu.
Tiba-tiba
ada dering di HP istriku, sebuah SMS dengan tulisan: Tan, Ibu Maria baru saja meninggal
dunia. Kasihan dia. Di dalam Kitab Sucinya banyak mata uang asing.
Ibu
Maria menyusul suaminya yang sudah bertahun-tahun meninggal dunia, dalam
usianya yang ke-72. Ia pekerja keras sepeninggal suaminya yang dipensiunkan
sebelum waktunya. Suaminya meninggal dalam usia ke-67 saat anaknya berpergian
ke luar negeri dan tidak hadir ketika penguburannya.
Ibu
Maria meninggal mendadak.
***
Aku
baru saja menerima telepon dari kakakku yang sulung, dalam usianya yang ke-78.
Kudengar suaranya gembira, walaupun aku tahu sakitnya tidak kunjung sembuh.
Kalimat terakhirnya dalam telepon itu berbunyi: Tetaplah tabah, Dik. Kamu dan
anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka tetap sehat….
Dan
tadi pagi, aku teringat. Usia menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum sampai
ke situ, aku bertanya-tanya kepada diriku, jejak mana yang sudah kutoreh dalam
hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?
Aku
tepekur.
Hening
di ujung senja.
1.
Tabel Satuan Peristiwa Cerpen Hening di Unjung Senja Karya Wilson Nadeak
No.
|
Satuan Peristiwa
|
1.
|
Tunggul tiba-tiba muncul di muka pintu rumah tokoh Aku dengan tubuh yang
kurus dan anak bungsunya.
|
2.
|
Tokoh Aku mempersilahkan Tunggul dan anaknya duduk.
|
3.
|
Tunggul menceritakan tentang masa kecilnya kepada tokoh Aku, karena tokoh
Aku lupa dengan Tunggul.
|
4.
|
Tokoh Aku ingat dengan Tunggul yang merupakan temannya waktu kecil.
|
5.
|
Tunggul mengatakan kepada tokoh Aku perlunya tanah leluhur dipertahankan,
karena mereka sudah sama-sama tua.
|
6.
|
Tokoh Aku berkunjung ke kampung halaman.
|
7.
|
Tokoh Aku melihat Tunggul terbaring
di tempat tidur, di ruangan sempit dua kali dua meter. Beberapa slang oksigen
di hidungnya. Ia bernapas dengan bantuan oksigen.
|
8.
|
Seorang kerabat
dekat tokoh Aku
yang waktu itu
berjumpa di Jakarta, berbisik padanya,
“Tunggul sudah tiada, pada usia yang ke-67.”
|
9.
|
Tokoh Aku selalu bermimpi tentang Rendi yang merupakan
teman sekantornya dulu.
|
10.
|
Rendi mengirim isterinya ke Amerika. Tak lama kemudian
ia menyusul isterinya.
|
11.
|
Rendi bekerja sebagai loper koran di California.
|
12.
|
Setahun kemudian Rendi kehilangan isterinya karena
kanker payudara.
|
13.
|
Kemudian Rendi cuti ke Tanah Air untuk mencari teman
hidup di usia senja.
|
14.
|
Rendi mengembara dengan bus dan kereta api.
|
15.
|
Rendi ditemukan tidak bernyawa di toilet subuah stasiun
kereta.
|
16.
|
Rendi di makamkan di rumah kerabat dekat yang ada di
kota “Y”.
|
17.
|
Tokoh Aku berhenti di jalan karena ingin membaca SMS
yang masuk.
|
18.
|
Lusiana baru
saja meninggal dunia. Tutup usia menjelang ulang tahun ke-61.
|
19.
|
Lusiana seorang
sekretaris eksekutif yang hidup mati demi karier.
|
20.
|
Tiba-tiba HP isteri tokoh Aku berdering karena ada SMS
yang masuk dengan tulisan: Tan,
Ibu Maria baru saja meninggal dunia. Kasihan dia. Di dalam Kitab Sucinya
banyak mata uang asing.
|
21.
|
Tokoh aku menerima sebua telepon dari kakak sulungya, dalam usia yang ke-78.
|
22.
|
Kalimat terakhir kakak sulung
tokoh Aku dalam telepon itu berbunyi:
Tetaplah tabah, Dik. Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut,
supaya mereka tetap sehat…
|
23.
|
Tokoh Aku
terpekur memikirkan usianya yang menjelang ke-70.
|
24.
|
Hening di
ujung senja.
|
1.
Tabel Struktur Instrinsik Cerpen Hening di Unjung Senja Karya Wilson Nadeak
No.
|
Unsur
|
Penjelasan
|
1.
|
Tokoh
|
a.
Aku
b.
Tunggul
c.
Rendi
d.
Lusiana
e.
Ibu Maria
|
2.
|
Penokohan
|
a.
Aku
pekerja keras: dibuktikan dari
(masuk dan pulang kantor selama puluhan tahun, kerapkali lupa cuti).
tidak gegabah: dibuktikan dari(“Akan kupikirkan).
b.
Tunggul
suka menolong: dibuktikan dari (“Kalau kau perlu bantuan, aku akan
menolongmu”).
cinta terhadap tanah leluhurnya: dibuktikan dari (mengatakan perlunya
tanah leluhur dipertahankan).
c.
Rendi
pekerja keras: dibuktikan dari ( menjadi agen koran di California dari
subuh sampai senja).
d.
Lusiana
pekerja keras: dibuktikan dari ( yang hidup dan mati demi kariernya).
e.
Ibu Maria
pekerja keras: dibuktikan dari ( ia pekerja keras sepeninggal suaminya
yang dipensiunkan sebelum waktunya).
|
3.
|
Alur
|
Alur yang digunakan adalah alur mundur. Karena setiap
teman Tokoh Aku ada yang meninggal. Diceritakannya jejak hidup teman tokoh
Aku pada saat sebelum meninggal.
|
4.
|
Tema dan amanat
|
a.
Tema: kehidupan
b.
Amanat:
lakukanlah segala sesuatu dengan usaha yang paling maksimal sebelum waktu
menelan usia kita.
|
Hening di Ujung Senja
Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja.
Katanya itu anaknya yang bungsu. Kupersilakan duduk sambil
bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua?
“Kita teman bermain waktu
kecil. Di bawah pohon bambu. Tidak jauh dari tepi Danau Toba,” katanya memperkenalkan diri.
Wau, kataku dalam
hati. Itu enam
puluh tahun yang lalu.
Ketika itu masih
anak kecil, usia empat tahun barangkali. “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke
kampung dan kita bersama-sama satu
kelas pula,” katanya
melanjutkan. Aku
tersenyum sambil mengangguk-angguk. Belum juga dapat kutebak siapa mereka. Ia seakan-akan mengetahui
siapa mereka
sesungguhnya. “Wajahmu
masih seperti dulu,” katanya
melanjutkan. “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?” tanyanya membuat aku agak risih. Dulu pernah keinginan
timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak
pernah dijual. Pelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku.
“Rumah
kita dahulu
berhadap-hadapan, ya?” kataku.
Ia mengangguk.
“Kalau begitu, kau
si Tunggul?”
“Ya,”
jawabnya dengan
wajah yang mulai cerah.
Lalu ia
mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan. “Jangan biarkan orang lain
menduduki tanahmu.
Suatu saat nanti,
keturunanmu akan
bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka,” katanya dengan penuh keyakinan. “Kita sudah sama tua.
Mungkin tidak lama lagi kita akan berlalu. Kalau kau perlu bantuan, aku akan menolongmu.”
“Akan
kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku.
Pertemuan
singkat itu
berlalu dalam tahun. Pembicaraan sesama kakak-beradik tidak tiba pada
kesimpulan. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Dan ketika aku berkunjung ke kampung
halaman, kutemukan dia dengan beberapa
kerabat dekat lainnya. Kudapati ia terbaring di tempat tidur, di ruangan sempit dua kali dua
meter. Beberapa slang oksigen di hidungnya. Ia bernapas dengan bantuan oksigen. Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang. Beginilah
keadaanku. Sudah berbulan-bulan.”
Agak sulit baginya
berbicara. Dadanya
tampak sesak bernapas. Aku
tidak mungkin berbicara mengenai tanah itu. Kuserahkan persoalannya kepada keluarga dekat.
Dalam
kesibukan, waktu jua yang memberi kabar. Seorang kerabat dekat, waktu berjumpa
di Jakarta,
berbisik padaku,
“Tunggul sudah tiada, pada usia yang ke-67.”
“Oh,
Tuhan,” kataku
kepada diriku
sendiri. Kami lahir
dalam tahun yang sama. Sebelum segala sesuatu rencana terwujud, usia telah
ditelan waktu! Giliranku?
bisikku pada diriku.
***
Rendi
selalu datang dalam mimpi. Diam-diam, lalu menghilang. Dahulu ia teman sekantor. Tetapi, karena mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim istrinya ke Amerika, justru ingin mengadu nasib. Ia menyusul kemudian,
dengan meninggalkan pekerjaan tanpa pemberitahuan. Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke California. Di negeri
penuh harapan ini
ia memulai kariernya yang baru, bangun
subuh dan mengidari
bagian kota, melempar-lemparkan koran ke rumah-rumah. Entah apalagi yang
dilakukannya, demi
kehidupan yang tidak mengenal belas kasihan.
Setahun
berada di sana, ia kehilangan istrinya, derita yang membawa
duka karena kanker
payudara. Sepi merundung hidupnya, di tengah keramaian kota dan keheningan pagi
dan senja,
membuatnya resah.
Barangkali hidup tidak mengenal kompromi. Kerja apa pun harus dilakukan dengan
patuh. Tetapi usia yang
di atas enam puluhan itu
cukup melelahkan untuk bertahan hidup. Tiada kawan untuk membantu. Semua
bertahan hidup harus berkejaran dengan waktu. Dari agen koran subuh, sampai
rumah jompo dari siang sampai senja, lalu pulang ke apartemen,
merebahkan diri seorang diri, sampai waktu mengantar subuh dan mengulangi ritual siklus
kehidupan.
Dari
kesunyian hati itu,
ia cuti ke tanah
air, untuk mencari teman hidup pada usia senja.
Tetapi, dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang diri, dengan bus dan kereta api. Seperti
seorang turis, suatu senja, entah serangan apa yang mendera dadanya, barangkali asmanya kumat. Ia terkulai di ruang
hajat. Di sebuah stasiun kereta, petugas mencoba membuka kamar toilet.
Menemukan kawan itu
dalam keadaan tidak bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles. Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang
telepon ke alamat di Bandung.
Dari Bandung
berita disampaikan kepada anaknya, tetapi
kebetulan sedang ke Paris.
Jenazah dibawa ke rumah anaknya,
dan dimakamkan kerabat
dekat yang ada di kota “Y”.
Tragis,
pada usia ke-64 itu,
ia mengembara jauh
merajut hidup, tapi ia berhenti dalam
kesepian, jauh dari kenalan dan
kerabat. Beberapa kenalan saja yang menghantarnya ke tempat istirah.
Terlalu
sering ia datang di
dalam mimpi yang membuatku
galau.
***
Beberapa waktu kemudian, aku
mendapat SMS. Aku
berhenti di pinggir jalan ramai dan mencoba membaca berita yang masuk.
Lusiana
baru saja meninggal dunia. Tutup usia menjelang ulang tahun ke-61.
Besok
akan dimakamkan. Kalau sempat, hadirlah.
Lusiana
seorang sekretaris eksekutif yang hidup mati demi kariernya. Ia lupa kapan ia pernah disentuh rasa cinta, sampai cinta itu pun ditampiknya. Menjelang usia
renta, ia
menyaksikan ayah dan
ibunya satu demi
satu meninggalkan hidup yang fana. Juga abangnya, pergi mendadak entah menderita penyakit apa.
Karier tidak meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris. Kawan-kawan meratapinya, dan melepasnya
dalam kesunyian hati.
Hening
di atas nisannya.
Burung pun enggan hinggap dekat pohon yang menaungi makamnya.
Tidak
biasa aku berlibur
dengan keluarga. Kepergian ini
hanyalah karena anak
yang hidup di tengah keramaian Jakarta, yang berangkat subuh dan pulang menjelang tengah malam dari kantornya. Ada kejenuhan dalam
tugasnya yang
rutin, membuat ia
mengambil keputusan libur ke Bali bersama orang tua. Aku yang terbiasa masuk
kantor dan pulang
kantor selama puluhan tahun, kerapkali lupa cuti karena tidak tahu apa yang harus dilakukan
waktu cuti. Dan kini,
aku duduk di tepi laut Hindia,
menyaksikan ombak memukul-mukul
pantai, dan sebelum
senja turun ke tepi laut, matahari memerah dan bundar, cahaya keindahan Tuhan, sangat
mengesankan ratusan orang dari pelbagai bangsa terpaku di atas batu-batu.
Tiba-tiba
ada dering di HP istriku,
sebuah SMS dengan tulisan: Tan,
Ibu Maria baru saja meninggal dunia. Kasihan dia. Di dalam Kitab Sucinya banyak mata uang asing.
Ibu
Maria menyusul suaminya
yang sudah bertahun-tahun meninggal dunia, dalam usianya yang ke-72. Ia pekerja keras sepeninggal suaminya yang dipensiunkan
sebelum waktunya.
Suaminya meninggal
dalam usia ke-67 saat anaknya
berpergian ke luar negeri dan
tidak hadir ketika penguburannya.
Ibu
Maria meninggal mendadak.
***
Aku
baru saja menerima telepon dari kakakku yang sulung, dalam usianya yang ke-78. Kudengar suaranya gembira, walaupun aku tahu sakitnya
tidak kunjung sembuh. Kalimat terakhirnya dalam telepon itu berbunyi: Tetaplah tabah, Dik. Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka
tetap sehat….
Dan
tadi pagi, aku teringat. Usia
menjelang ke-70, walaupun
sebenarnya belum sampai ke situ,
aku bertanya-tanya
kepada diriku,
jejak mana yang sudah kutoreh
dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang
bermakna sebelum tiba giliranku?
Aku tepekur.
Hening
di ujung senja.
Abc = pengacuan persona
Abc
=pengacuan demonstratif
Abc
=perangkaian (konjungsi)
Abc = pengulangan (repetisi)
Abc = sinonim
Abc= antonim
Abc= sebab akibat
No.
|
Pengacuan persona
|
Pengacuan demonstratif
|
perangkaian (konjungsi)
|
Pengulangan (repitisi)
|
sinonim
|
antonim
|
Sebab akibat
|
1.
|
Ia
tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja.
|
Katanya itu anaknya yang bungsu.
|
“Ketika sekolah SD kau pernah
pulang ke kampung dan
kita bersama-sama satu kelas pula,”
|
Karier tidak
meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris.
|
Sepi merundung hidupnya, di tengah
keramaian kota dan keheningan pagi dan
senja,
|
Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS. Aku berhenti di
pinggir jalan ramai dan mencoba membaca berita yang masuk.
|
|
2.
|
Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa
mereka berdua?
|
Itu enam
puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali.
|
Lalu ia mengatakan perlunya tanah
leluhur dipertahankan.
|
“Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya.
“Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?”
|
Dari agen koran subuh, sampai
rumah jompo dari siang sampai senja,
|
Petugas stasiun
menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon
ke alamat di Bandung. Dari Bandung berita disampaikan kepada anaknya,
|
|
3.
|
“Kita teman bermain
waktu kecil. Di bawah pohon bambu.
|
Dulu
pernah keinginan timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah
adat yang tidak pernah dijual.
|
“Nanti kubicarakan
dengan adik dan
kakak,” jawabku.
|
yang terbiasa masuk kantor dan
pulang kantor selama puluhan tahun...
|
|||
4.
|
Wau,
kataku dalam hati
|
Suatu saat nanti, keturunanmu akan
bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka
|
Tetapi, karena
mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim istrinya ke Amerika
|
||||
5.
|
“Ketika
sekolah SD kau
pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula
|
Pertemuan singkat itu berlalu dalam
tahun.
|
ia
memulai kariernya yang baru, bangun subuh dan mengidari bagian kota,
|
||||
6.
|
Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk.
|
Seorang kerabat dekat, waktu
berjumpa di Jakarta,
|
...derita
yang membawa duka karena
kanker payudara.
|
||||
7.
|
Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya.
|
Dahulu ia teman sekantor.
|
di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja,
|
||||
8.
|
“Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan.
|
ia mengirim istrinya ke Amerika, justru ingin
mengadu nasib.
|
Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu cukup melelahkan untuk
bertahan hidup.
|
||||
9.
|
“Tidakkah engkau peduli
kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?” tanyanya membuat aku agak risih.
|
Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke California.
|
...sampai rumah jompo dari siang sampai senja, lalu pulang ke apartemen
|
||||
10.
|
Pelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku.
|
Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya
yang baru,
|
merebahkan
diri seorang diri, sampai waktu mengantar subuh dan mengulangi ritual siklus kehidupan.
|
||||
11.
|
“Rumah kita dahulu
berhadap-hadapan, ya?” kataku.
Ia mengangguk.
“Kalau begitu, kau
si Tunggul?”
|
Setahun berada di sana, ia kehilangan istrinya,
|
Tetapi, dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang
diri, dengan bus dan
kereta api.
|
||||
12.
|
Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur
dipertahankan.
|
Tetapi usia yang di atas enam
puluhan itu
cukup melelahkan untuk bertahan hidup.
|
...tetapi kebetulan sedang ke Paris.
|
||||
13.
|
“Jangan biarkan orang lain
menduduki tanahmu.
|
Dari
kesunyian hati itu,
ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja.
|
ia mengembara jauh merajut hidup, tapi ia berhenti dalam
kesepian, jauh dari kenalan dan
kerabat.
|
||||
14.
|
keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri
leluhur mereka,”
katanya dengan
penuh keyakinan.
|
Menemukan kawan itu dalam keadaan
tidak bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles.
|
Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS.
|
||||
15.
|
Mungkin tidak lama lagi kita akan
berlalu. Kalau kau
perlu bantuan, aku
akan menolongmu.
|
Petugas stasiun menghubungi nama
yang tertera di Los
Angeles. Dari Los
Angeles datang telepon ke alamat di Bandung.
|
menyaksikan ayah dan ibunya satu demi satu
meninggalkan hidup yang fana.
|
||||
16.
|
“Akan
kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik
dan kakak,” jawabku.
|
..tetapi kebetulan sedang ke Paris
|
Kawan-kawan meratapinya, dan melepasnya dalam kesunyian hati.
|
||||
17.
|
Dan
ketika aku
berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia
dengan beberapa kerabat dekat lainnya.
|
Tragis, pada usia ke-64 itu, ia mengembara
jauh merajut hidup
|
Kepergian
ini hanyalah karena
anak yang hidup di tengah keramaian Jakarta,
|
||||
18.
|
Matanya berkaca-kaca sambil
mulutnya berkata,
“Kudengar kau datang.
|
Ia lupa kapan ia pernah disentuh
rasa cinta, sampai cinta itu
pun ditampiknya.
|
...yang
berangkat subuh dan
pulang menjelang tengah malam dari kantornya.
|
||||
19.
|
Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah
itu. Kuserahkan
persoalannya kepada keluarga dekat.
|
Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di
tengah keramaian Jakarta
|
...kerapkali
lupa cuti karena
tidak tahu apa yang harus dilakukan waktu cuti.
|
||||
20.
|
Kami lahir dalam tahun yang sama.
|
membuat ia mengambil keputusan
libur ke Bali
bersama orang tua.
|
menyaksikan
ombak memukul-mukul
pantai, dan sebelum
senja turun ke tepi laut, matahari memerah dan bundar
|
||||
21.
|
Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru
|
Dan kini, aku duduk di tepi laut Hindia,
|
saat anaknya berpergian ke luar
negeri dan tidak
hadir ketika penguburannya.
|
||||
22.
|
ia cuti ke tanah air, untuk mencari
teman hidup pada usia senja.
|
Kalimat terakhirnya dalam telepon itu berbunyi:
Tetaplah tabah, Dik.
|
Kudengar suaranya gembira, walaupun aku tahu sakitnya
tidak kunjung sembuh.
|
||||
23.
|
Jenazah dibawa ke rumah anaknya
|
Dan tadi pagi, aku teringat.
|
Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka
tetap sehat….
|
||||
24.
|
Terlalu sering ia datang di dalam
mimpi yang membuatku
galau.
|
menjelang ke-70, walaupun
sebenarnya belum sampai ke situ,
|
menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum
sampai ke situ,
|
||||
25.
|
Lusiana seorang sekretaris
eksekutif yang hidup mati demi kariernya.
|
jejak mana yang sudah kutoreh
dalam hidup ini,
dan jejak-jejak
apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?
|
jejak mana yang sudah kutoreh
dalam hidup ini, dan jejak-jejak
apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?
|
||||
26.
|
Tidak biasa aku berlibur dengan
keluarga.
|
||||||
27.
|
Tiba-tiba ada dering di HP istriku, sebuah SMS dengan
tulisan: Tan, Ibu Maria baru saja meninggal dunia.
|
||||||
28.
|
Ibu Maria menyusul suaminya yang sudah
bertahun-tahun meninggal dunia
|
||||||
29.
|
Kamu
dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya
mereka tetap sehat….
|
ANALISIS KOHESI
DAN KOHERENSI
CERPEN HENING DI
UJUNG SENJA
KARYA WILSON NADEAK
Analisis
Kohesi Cerpen Hening di Ujung Senja
Kohesi
Gramatikal
Kohesi gramatikal adalah kepaduan yang dicapai dengan menggunakan elemen dan aturan gramatikal. Kohesi gramatikal, antara lain, dapat terbentuk melalui pengacuan (referensi), substitusi, ellipsis dan perangkaian (konjungsi).
Kohesi gramatikal adalah kepaduan yang dicapai dengan menggunakan elemen dan aturan gramatikal. Kohesi gramatikal, antara lain, dapat terbentuk melalui pengacuan (referensi), substitusi, ellipsis dan perangkaian (konjungsi).
a.
Referensi
(Pengacuan)
Referensi atau
pengacuan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual
tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang
mendahului atau mengikutinya. Jenis kohesi gramatikal pengacuan
diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu (1) pengacuan persona, (2) pengacuan
demonstratif, dan (3) pengacuan komparatif. Dalam wacana Teks cerpen ini ditemukan 54 data yang termasuk ke dalam pengacuan
atau referensi.
Pengacuan
Persona
1. Pada
data (1) terdapat pronomina persona
ketiga tunggal di mana kalimat
“Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja.”
“Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja.”
2. Pada
data (2) terdapat pronomina persona pertama
tunggal di mana kalimat “Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa
mereka berdua?”
3. Pada
data (3) terdapat pronomina persona pertama
jamak di mana kalimat “Kita
teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu.”
4. Pada
data (4) terdapat pronomina persona pertama
tunggal di mana kalimat “Wau,
kataku dalam hati”.
5. Pada
data (5) terdapat pronomina persona kedua
tunggal dan persona pertama jamak di mana kalimat “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung
dan kita
bersama-sama satu kelas pula”.
6. Pada
data (6) terdapat pronomina persona pertama
tunggal di mana kalimat “Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk”.
7. Pada
data (7) terdapat pronomina persona
ketiga tunggal dan persona ketiga jamak
di mana kalimat “Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya”.
8. Pada
data (8) terdapat pronomina persona kedua
tunggal dan persona ketiga tunggal di mana “Wajahmu masih seperti dulu,”
katanya
melanjutkan.”
9. Pada
data (9) terdapat pronomina persona kedua
tunggal dan persona ketiga
tunggal di
mana “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya”.
10. Pada
data (10) terdapat pronomina persona pertama
tunggal di mana “Pelahan-lahan timbul ingatan di
dalam benakku”.
11. Pada
data (11) terdapat pronomina persona pertama
jamak dan persona pertama tunggal di mana ““Rumah kita dahulu
berhadap-hadapan, ya?” kataku?”.
12. Pada data (12) terdapat
pronomina persona ketiga
tunggal di mana “Lalu ia
mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan”.
13. Pada
data (13) terdapat pronomina persona kedua
tunggal di mana “Jangan biarkan orang lain menduduki
tanahmu”.
14. Pada
data (14) terdapat pronomina persona kedua
tunggal, persona ketiga
jamak, dan persona ketiga tunggal di mana “keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri
leluhur mereka,”
katanya dengan
penuh keyakinan.”.
15. Pada
data (15) terdapat pronomina persona kedua
tunggal dan persona pertama tunggal di mana “Mungkin tidak lama lagi kita akan
berlalu. Kalau kau
perlu bantuan, aku
akan menolongmu”.
16. Pada
data (16) terdapat pronomina persona pertama
tunggal di mana “Akan kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku”.
17. Pada
data (17) terdapat pronomina persona pertama
tunggal dan persona ketiga
tunggal di mana “Dan ketika aku berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia dengan beberapa
kerabat dekat lainnya.”.
18. Pada
data (18) terdapat pronomina persona ketiga
tunggal, persona pertama tunggal, dan persona kedua tunggal di
mana “Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang.”.
19. Pada
data (19) terdapat pronomina persona pertama
tunggal di
mana “Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah
itu. Kuserahkan
persoalannya kepada keluarga dekat.”.
20. Pada
data (20) terdapat pronomina persona pertama
jamak di
mana “Kami lahir dalam tahun yang sama”.
21. Pada
data (21)
terdapat pronomina persona ketiga
tunggal di
mana “Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru”.
22. Pada data (22) terdapat pronomina persona ketiga tunggal di mana “ ia
cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja”.
23. Pada
data (23)
terdapat pronomina persona ketiga
tunggal di
mana “Jenazah dibawa ke rumah anaknya”.
24. Pada
data (24)
terdapat pronomina persona ketiga
tunggal dan persona pertama tunggal di mana“Terlalu
sering ia datang di
dalam mimpi yang membuatku
galau.”.
25. Pada
data (25)
terdapat pronomina persona ketiga
tunggal di
mana “Lusiana seorang sekretaris eksekutif
yang hidup mati demi kariernya”.
26. Pada
data (26)
terdapat pronomina persona pertama
tunggal di
mana “Tidak biasa aku berlibur dengan keluarga.”.
27. Pada
data (27)
terdapat pronomina persona pertama
tunggal di
mana “Tiba-tiba ada dering di HP istriku, sebuah SMS dengan
tulisan: Tan, Ibu Maria baru saja meninggal
dunia”.
28. Pada
data (28)
terdapat pronomina persona ketiga
tunggal di
mana “Ibu Maria menyusul suaminya yang sudah
bertahun-tahun meninggal dunia”.
29. Pada
data (29)
terdapat pronomina persona kedua
tunggal, persona kedua jamak, dan persona pertama tunggal
di mana “Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya
mereka tetap sehat….”.
Pengacuan
Demonstratif
1.
Pada data (1) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat
agak dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Katanya itu anaknya yang bungsu.”
2.
Pada data (2) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat
agak dekat dengan penutur yaitu
kata “itu”
pada kalimat “Itu enam puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun
barangkali.
3.
Pada data (3) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu yang lampau
yaitu
kata “dulu”
pada kalimat “Dulu pernah keinginan
timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak
pernah dijual.”
4.
Pada data (4) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu yang akan
datang yaitu kata “saat nanti” pada kalimat “Suatu saat
nanti, keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka”.
5.
Pada data (5) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat agak
dekat dengan penutur
yaitu
kata “itu”
pada kalimat “Pertemuan
singkat itu
berlalu dalam tahun.”
6.
Pada data (6) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Jakarta” pada kalimat “Seorang kerabat dekat, waktu
berjumpa di Jakarta”.
7.
Pada data (7) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu lampau
dibicarakan
yaitu kata “dahulu”
pada kalimat “Dahulu ia teman
sekantor.”
8.
Pada data (8) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Amerika” pada kalimat “ia mengirim istrinya ke Amerika, justru ingin
mengadu nasib”.
9.
Pada data (9) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “ Bali,
Hawaii, dan California” pada kalimat “Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke California.”
10. Pada
data (10)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) waktu yang sedang dibicarakan yaitu kata
“ini” pada kalimat “Di
negeri penuh harapan ini
ia memulai kariernya yang baru”.
11. Pada
data (11)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat yang jauh
dari penutur yaitu kata “sana” pada kalimat “Setahun berada di sana, ia kehilangan istrinya”
12. Pada
data (12) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) tempat
yang agak dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Tetapi usia yang di atas enam
puluhan itu cukup
melelahkan untuk bertahan hidup”.
13. Pada
data (13)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat yang agak
dekat dengan penutur yaitu kata “itu” pada kalimat “Dari kesunyian hati itu, ia cuti ke tanah
air, untuk mencari teman hidup pada usia senja”.
14. Pada
data (14)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat yang
agak dekat dengan penutur dan tempat eksplisit
yaitu kata “itu”
dan “Los Angeles” pada kalimat “Menemukan kawan itu dalam keadaan tidak
bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles”.
15. Pada
data (15)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Los Angeles” dan “Bandung” pada kalimat “Petugas stasiun menghubungi nama
yang tertera di Los
Angeles. Dari Los
Angeles datang telepon ke alamat di Bandung.”
16. Pada
data (16)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Paris” pada kalimat “..tetapi kebetulan sedang ke Paris”.
17. Pada
data (17)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat agak dekat dengan penutur
yaitu kata “itu”
pada kalimat “Tragis,
pada usia ke-64 itu,
ia mengembara jauh merajut hidup” .
18. Pada
data (18)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat agak dekat dengan penutur yaitu
kata “itu”
pada kalimat “Ia lupa
kapan ia pernah disentuh rasa cinta, sampai cinta itu pun ditampiknya”.
19. Pada
data (19)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) waktu yang sedang dibicarakan yaitu kata “ini” dan pronomina
demonstratif (perujukan)
tempat eksplisit yaitu kata “Jakarta” pada kalimat “Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di
tengah keramaian Jakarta”
.
20. Pada
data (20)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat eksplisit yaitu kata “Bali” pada kalimat “membuat ia mengambil keputusan libur
ke Bali bersama
orang tua”.
21. Pada
data (21) terdapat pronomina demonstratif (perujukan) waktu
yang sedang dibicarakan
yaitu kata “kini”
dan pronomina
demonstratif (perujukan) tempat eksplisit yaitu pada kata “Laut Hindia” pada
kalimat “Dan kini, aku duduk di tepi laut Hindia”.
22. Pada
data (22)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat agak dekat dengan penutur
yaitu kata “itu”
pada kalimat “Kalimat
terakhirnya dalam telepon itu
berbunyi: Tetaplah tabah, Dik.”.
23. Pada
data (23)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) waktu netral yaitu kata “pagi” pada kalimat “Dan tadi pagi, aku teringat.”
24. Pada
data (24)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat agak dekat
dengan penutur yaitu kata “situ” pada kalimat “menjelang ke-70, walaupun sebenarnya
belum sampai ke situ”.
25. Pada
data (25)
terdapat pronomina demonstratif
(perujukan) tempat yang sedang dibicarakan
yaitu kata “ini”
pada kalimat “jejak
mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?”
Pengacuan
Konjungsi
Konjungsi atau
perangkaian adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan
cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Dari
segi makna, konjungsi dibagi menjadi 15 macam yaitu, (1) sebab-akibat, (2)
pertentangan, (3) kelebihan (eksesif), (4) perkecualian (ekseptif), (5)
konsesif, (6) tujuan, (7) penambahan (aditif), (8) pilihan (alternatif), (9)
harapan (optatif), (10) urutan (sekuensial), (11) perlawanan, (12) waktu, (13)
syarat, (14) cara, (15) makna lainnya. Dalam wacana sastra cerpen Hening
di Ujung Senja
ditemukan
25 data
yang termasuk ke dalam konjungsi.
1. Konjungsi penambahan,
datanya adalah: “Ketika
sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula”. Konjungsi
penambahannya adalah kata “dan”.
2. Konjungsi urutan,
datanya adalah: “Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan”. Konjungsi
urutannya adalah kata “lalu”.
3. Konjungsi penambahan, datanya adalah: “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku”. Konjungsi penambahannya
adalah kata “dan”.
4. Konjungsi koordinatif dan penanda
hubungan sebab, datanya adalah: “Tetapi, karena mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim
istrinya ke Amerika”. Konjungsi koordinatif adalah kata “tetapi”
dan konjungsi penanda hubungan sebab adalah kata “karena”.
5. Konjungsi penambahan, datanya adalah: “ia memulai kariernya yang baru,
bangun subuh dan
mengidari bagian kota”. Konjungsi penambahannya adalah kata
“dan”.
6. Konjungsi hubungan
sebab, datanya
adalah: “...derita
yang membawa duka karena
kanker payudara”. Konjungsi
hubungan sebab adalah kata “karena”.
7. Konjungsi penambahan, datanya adalah: “di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja”. Konjungsi
penambahannya adalah kata “dan”.
8. Konjungsi
koordinatif, datanya adalah: “Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu
cukup melelahkan untuk bertahan hidup”. Konjungsi koordinatif adalah kata “tetapi”.
9. Konjungsi
urutan, datanya adalah: “...sampai rumah jompo dari siang sampai
senja, lalu pulang ke
apartemen”. Konjungsi urutan adalah kata “lalu”.
10. Konjungsi penambahan, datanya adalah: “merebahkan diri seorang diri, sampai
waktu mengantar subuh dan
mengulangi ritual siklus kehidupan”. Konjungsi penambahannya adalah kata
“dan”.
11. Konjungsi
koordinatif dan penambahan, datanya
adalah: “Tetapi,
dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang diri, dengan bus dan kereta api”. Konjungsi
koordinatif adalah kata “tetapi” dan konjungsi penambahan adalah kata “dan”.
12. Konjungsi
koordinatif, datanya adalah: ”...tetapi kebetulan sedang ke Paris.”. konjungsi
koordinatif adalah kata “tetapi”.
13. Konjungsi koordinatif
dan penambahan, datanya adalah: “ia mengembara jauh merajut hidup, tapi ia berhenti dalam
kesepian, jauh dari kenalan dan
kerabat”. Konjungsi koordinatif adalah kata “tapi” dan konjungsi
penambahan adalah kata “dan”.
14. Konjungsi koordinatif,
datanya adalah: “Beberapa
waktu kemudian, aku
mendapat SMS”. Konjungsi
koordinatif adalah kata “kemudian”.
15. Konjungsi penambahan
datanya adalah: “menyaksikan
ayah dan ibunya satu
demi satu meninggalkan hidup yang fana”. Konjungsi penambahannya adalah kata
“dan”.
16. Konjunsi penambahan,
datanya adalah: “Kawan-kawan meratapinya, dan melepasnya dalam
kesunyian hati”. Konjungsi penambahannya adalah kata
“dan”.
17. Konjungsi hubungan
sebab, datanya adalah: “Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di
tengah keramaian Jakarta”.
Konjungsi hubungan sebab adalah kata “karena”.
18. Konjungsi Penambahan, datanya
adalah:“...yang
berangkat subuh dan
pulang menjelang tengah malam dari kantornya”. Konjungsi
penambahannya adalah kata “dan”.
19. Konjungsi penambahan, datanya adalah: “...yang berangkat subuh dan pulang menjelang tengah
malam dari kantornya”. Konjungsi penambahannya adalah kata “dan”.
20. Konjungsi penambahan,
datanya adalah: “menyaksikan
ombak memukul-mukul
pantai, dan sebelum
senja turun ke tepi laut, matahari memerah dan bundar”. Konjungsi penambahannya adalah kata
“dan”.
21. Konjungsi penambahan,
datanya adalah: “saat
anaknya berpergian ke luar negeri dan tidak hadir ketika penguburannya”. Konjungsi
penambahannya adalah kata “dan”.
22. Konjungsi penanda hubungan konsesif,
datanya adalah: “Kudengar suaranya gembira, walaupun aku tahu sakitnya tidak kunjung sembuh”. Konjungsi
penanda hubungan konsesif adalah kata “walaupun”.
23. Konjunsi penambahan,
datanya adalah: “Kamu
dan anak-anakmu, semua
anak cucuku dan buyut,
supaya mereka tetap sehat….”. Konjungsi
penambahannya adalah kata “dan”.
24. Konjungsi penambahan
hubungan konsesif,
datanya adalah: “menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum
sampai ke situ”. Konjungsi penanda hubungan konsesif
adalah kata “walaupun”.
25. Konjunsi penambahan,
datanya adalah: “jejak
mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?”. penambahannya
adalah kata “dan”.
Repetisi (pengulangan)
Repetisi
adalah pengulangan satuan lingual (bunyi suku kata, kata atau bagian kalimat)
yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai
(Sumarlam 2003:35). Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris,
klausa atau kalimat, repetisis dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu
repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis,
epanalepsis, dan anadiplosis. Dalam wacana sastra, cerpen Hening
di Ujung Senja
ditemukan
2 data
yang termasuk ke dalam repetisi.
1. Repetisi epizeuksis, datanya adalah: “Karier tidak
meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris”. Repetisi
epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa
kali secara berturut-turut pada kalimat
ini kata yang diulang adalah kata “tidak”.
2. Repetisi anaphora, datanya adalah: “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya.
“Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?”. Repetisi
anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada
tiap baris atau kalimat berikutnya.
Antonimi (lawan makna)
antonimi dipakai untuk menyatakan lawan
makna sedangkan kata yang berlawanan disebut antonim. Antonimi adalah
relasi antarmakna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan.
Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep
yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras. Antonim
dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan
lingual yang yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang
lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna
dapat dibedakan menjadi menjadi lima macam, yaitu (a) oposisi mutlak, (b
oposisi kutub, (c) oposisi hubungan, (d) oposisi hirarkial, dan (e) oposisi
majemuk. Dalam
wacana sastra, cerpen Hening di Ujung Senja ditemukan
3 data
yang termasuk ke dalam antonim.
1.
Antonim mutlak, datanya
adalah:“Sepi merundung hidupnya, di tengah
keramaian kota dan keheningan pagi dan senja”.
2.
Antonim mutlak, datanya
adalah:“Dari agen koran subuh, sampai rumah
jompo dari siang sampai senja”.
3.
Antonim mutlak, datanya
adalah:“yang terbiasa masuk kantor dan
pulang kantor selama puluhan tahun...”
Hubungan Sebab Akibat
Koherensi
ini dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan sebab, sedangkan kalimat
berikutnya menyatakan akibat. Berikut penggunaan hubungan sebab-akibat dalam
kalimat. Dalam
wacana sastra, cerpen Hening di Ujung Senja ditemukan
2 data
yang termasuk ke dalam koherensi
sebab akibat.
1. “Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS. Aku berhenti di pinggir
jalan ramai dan mencoba membaca berita yang
masuk”. Pada kalimat
tersebut, dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan sebab, sedangkan
berikutnya menyatakan akibat dari sebab tersebut.
2. “Petugas stasiun
menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon
ke alamat di Bandung. Dari Bandung berita disampaikan kepada anaknya,” Pada kalimat tersebut, dinyatakan dengan kalimat pertama menyatakan sebab,
sedangkan berikutnya menyatakan akibat dari sebab tersebut dan seterusnya.
Komentar