ROH DAN ABSURIDITAS
ROH
DAN ABSURIDITAS
Karya sastra bisa menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan tanggapannya mengenai suatu kehidupan pada lingkungan masyarakat yang terjadi antara pengarang dengan cerita maupun pembaca dengan isi cerita tersebut.Drama merupakan pandangan kritis karena sering kali menjadi wadah untuk menyajikan cara lain dalam memberikan kritik konstruktif terhadap gambaran konflik-konflik kehidupan manusia, dan bagaimana cara menghadapinya, karena drama adalah karya sastra yang memiliki dunia dan logika pemahaman sendiri.Roh merupakan salah satu naskah drama karya Wisran Hadi. Drama-drama maupun karya sastra lain yang di karang oleh Wisran Hadi kebanyakan mengangkat nilai budaya asalnya.
Wisran Hadi dikenal sebagai seorang sastrawan atau budayawan Indonesia yang lahir dan dibesarkan di ranah Minang, Sumatera Barat. Sehingga dalam beberapa naskah drama yang ditulisnya banyak memasukkan nilai budaya asalnya yaitu Minangkabau. Cerita sejenis ini merupakan jenis karya yang bersifat spiritual. Jenis karya sastra yang seperi ini dapat dikatakan sebagai karya sastra yang imajinatif. Drama Roh ini lebih banyak menonjolkan sifat khayal dibandingkan fakta yang ada dalam kehidupan sekarang ini. Dimensi absuriditas dan ketidakbermaknaan dan pekerjaan yang sia-sia tergambar pada naskah drama Roh yang disuguhkan Wisran Hadi.Absuriditas kehidupan tidak hadir dengan sendirinya ia hadir menyeruak melalui rutinitas yang selalu dilakonkan manusia. Pada awalnya, manusia merasa apa yang dilakukannya begitu berharga dan bermakna, namun lambat-laun, setelah ia melakukannya secara terus menerus, dan berulang-ulang, timbul kejenuhan pada dirinya. Kejenuhan ini apabila terus berlanjut, nanti akan melahirkan absuriditas.Absuriditas dan kepercayaan selalu dikaitkan yakni kondisi manusia di sebuah dunia di mana runtuhnya keyakinan religius telah menyingkirkan manusia dari kepastian. Karena dalam naskah drama Roh ini, Wisran Hadi menggambarkan tokoh Ibu Suri yang ingin mencari Suri dengan perantara seorang dukun bernama Manda.
Diceritakan Ibu
Suri merupakan orang yang taat dengan agama, Ibu Suri terpaksa melakukannya
karena secara tradisi dia diyakinkan akan peranan roh-roh atau arwah nenek
moyang dalam kehidupan manusia. Manda bukan seorang dukun biasa, ia bisa
membuat hubungan antara manusia yang masih hidup dengan roh atau arwah yang
telah lama meninggal.Wisran Hadi juga
menggambarkan tokoh Ibu Suri mempunyai watak yang keras kepala dan kasar. Dia selalu
menginginkan Manda untuk memanggil roh-roh melalui perantara tubuh Manda dengan
menggunakan mantra. Tapi, setiap roh yang muncul tidak ada yang mengetahui
keberadaan Suri. Kemudian timbul kejenuhan pada diri Ibu Suri yang kemudian
melahirkan absuriditas.Ketika tokoh Manda
memanggil para roh secara terus-menerus dan berulang-ulang, proses yang dilakukan
Manda yaitu hanya membaca mantra yang sama, tetapi roh yang hadir bisa
berbeda-beda. Mulai dari roh yang menyerupai tokoh adat seperti datuk
Katumanggungan, Datuk Perpatih Nan Sebatang, Sutan dari rantau Kuantan, raja Kaciak,
roh yang mengaku sebagai Suri, sampai roh-roh lain yang mengaku mengetahui
keberadaan Suri. Tapi, Wisran Hadi tidak menggambarkan bagaimana sosok Suri itu
sebenarnya.
Gagasan-gagasan tentang absuriditas yang dihadirkan pada setiap konflik tokoh utamanya selalu membuat pembaca atau penonton penasaran. Karena Wisran Hadi disepanjang cerita selalu membuat roh yang muncul secara bergantian itu hilang dan tak memberi suatu penyelesaian pada ceritanya. Misalnya tokoh V yang berperan sebagai Suri palsu datang, lalu memperkenalkan dirinya sampai bagaimana ia bisa mati. Kemudian tokoh lima pergi saja atau keluar tanpa cerita atau penyelesaian yang jelas. Tak ada jawaban yang pasti. Hal ini menunjukan gagasannya tentang absuridiras.Kata ‘absurd’ diartikan sebagai tidak masuk akal, mustahil, atau tidak harmonis, yang berlandaskan bahwa kehidupan itu absurd, dan bahwa kondisi ini secara tepat hanya dapat dilukiskan melalui karya sastra yang absurd. Lebih jelasnya seperti tokoh Manda yang di akhir cerita kemudian berada di dalam kuburan yang digali Ibu Suri. Ibu Suri kaget karena Manda yang selama ini berperan menjadi perantara untuk memanggil roh-roh itu sekarang berada dalam kuburan yang digalinya. Tokoh Manda sebenarnya hanya ingin mempermainkan Ibu Suri saja.Begitu juga dengan pembaca atau penonton drama. Di awal cerita mungkin tidak memahami betul jalan cerita yang dimaksudkan atau tidak mengetahuinya sama sekali. Tokoh Suri yang dicari-cari Ibu suri itu sebenarnya tidak pernah muncul di dalam cerita. Ini juga menggambarkan absuriditas, karena tidak jelas bagaimana sosok tokoh yang diceritakan.Wisran Hadi sebagai penulis mungkin ingin mengungkapkan bahwa yang ingin di cari tokoh Ibu Suri itu sebenarnya adalah bukan seseorang atau hal yang nyata lainnya. Melainkan yang ia cari yaitu suri tauladan yang baik. Sebagaimana yang diceritakan, oleh tokoh I yang mengatkan bahwa Suri tidak bisa bejalan dan berlari, dia tetap berada di tempatnya. Begitu juga dengan tokoh Manda yang menanyakan kapan Suri dilahirkan dan kapan pula Suri turun mandinya. Tokoh Manda juga
memaparkan bahwa tokoh Ibu Suri itu sebenarnya perempuan yang gelisah diumurnya
yang senja. Perempuan yang tak percaya lagi pada laki-laki, pada manusia.
Perempuan yang menginginkan anak tapi takut melahirkan, karena bisa mengurangi
kecantikan. Perempuan yang cemas karena tidak rela warisannya diterima orang
lain.
Absuriditas yang tergambar sangat jelas, bagaimana seorang perempuan yang mencari anaknya, sedangkan perempuan tersebut takut untuk melahirkan.Selain itu penceritaan Roh ini diselingi dengan randang dan indang, dua bentuk kesenian yang tradisi Minangkabau yang masih populer sampai sekarang. Seperti yang dilakonkan oleh tokoh XI muncul sambil berdendang sebagaimana orang Minang berdendang. Dan pada bagian terakhir, Ibu Suri juga melepaskan segala kesedihannya dengan berdendang. Lewat naskah dramanya ini, Wisran Hadi telah mendokumentasikan peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat, sekaligus sebagai alat penghibur dan pendidikan bagi pembacanya.Sehingga, absuriditas yang dimunculkan Wisran Hadi bukan hanya sekedar sebuah hal yang definitif tanpa arti. Absurditas adalah sesuatu yang mustahil, sebuah pemikiran yang konyol dan kehidupan yang rumit namun menjadi aktual dan akan tetap relevan dengan kehidupan manusia saat ini, di sebuah zaman yang semakin sulit di pahami dan tidak manusiawi.
Karya sastra bisa menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan tanggapannya mengenai suatu kehidupan pada lingkungan masyarakat yang terjadi antara pengarang dengan cerita maupun pembaca dengan isi cerita tersebut.Drama merupakan pandangan kritis karena sering kali menjadi wadah untuk menyajikan cara lain dalam memberikan kritik konstruktif terhadap gambaran konflik-konflik kehidupan manusia, dan bagaimana cara menghadapinya, karena drama adalah karya sastra yang memiliki dunia dan logika pemahaman sendiri.Roh merupakan salah satu naskah drama karya Wisran Hadi. Drama-drama maupun karya sastra lain yang di karang oleh Wisran Hadi kebanyakan mengangkat nilai budaya asalnya.
Wisran Hadi dikenal sebagai seorang sastrawan atau budayawan Indonesia yang lahir dan dibesarkan di ranah Minang, Sumatera Barat. Sehingga dalam beberapa naskah drama yang ditulisnya banyak memasukkan nilai budaya asalnya yaitu Minangkabau. Cerita sejenis ini merupakan jenis karya yang bersifat spiritual. Jenis karya sastra yang seperi ini dapat dikatakan sebagai karya sastra yang imajinatif. Drama Roh ini lebih banyak menonjolkan sifat khayal dibandingkan fakta yang ada dalam kehidupan sekarang ini. Dimensi absuriditas dan ketidakbermaknaan dan pekerjaan yang sia-sia tergambar pada naskah drama Roh yang disuguhkan Wisran Hadi.Absuriditas kehidupan tidak hadir dengan sendirinya ia hadir menyeruak melalui rutinitas yang selalu dilakonkan manusia. Pada awalnya, manusia merasa apa yang dilakukannya begitu berharga dan bermakna, namun lambat-laun, setelah ia melakukannya secara terus menerus, dan berulang-ulang, timbul kejenuhan pada dirinya. Kejenuhan ini apabila terus berlanjut, nanti akan melahirkan absuriditas.Absuriditas dan kepercayaan selalu dikaitkan yakni kondisi manusia di sebuah dunia di mana runtuhnya keyakinan religius telah menyingkirkan manusia dari kepastian. Karena dalam naskah drama Roh ini, Wisran Hadi menggambarkan tokoh Ibu Suri yang ingin mencari Suri dengan perantara seorang dukun bernama Manda.
Gagasan-gagasan tentang absuriditas yang dihadirkan pada setiap konflik tokoh utamanya selalu membuat pembaca atau penonton penasaran. Karena Wisran Hadi disepanjang cerita selalu membuat roh yang muncul secara bergantian itu hilang dan tak memberi suatu penyelesaian pada ceritanya. Misalnya tokoh V yang berperan sebagai Suri palsu datang, lalu memperkenalkan dirinya sampai bagaimana ia bisa mati. Kemudian tokoh lima pergi saja atau keluar tanpa cerita atau penyelesaian yang jelas. Tak ada jawaban yang pasti. Hal ini menunjukan gagasannya tentang absuridiras.Kata ‘absurd’ diartikan sebagai tidak masuk akal, mustahil, atau tidak harmonis, yang berlandaskan bahwa kehidupan itu absurd, dan bahwa kondisi ini secara tepat hanya dapat dilukiskan melalui karya sastra yang absurd. Lebih jelasnya seperti tokoh Manda yang di akhir cerita kemudian berada di dalam kuburan yang digali Ibu Suri. Ibu Suri kaget karena Manda yang selama ini berperan menjadi perantara untuk memanggil roh-roh itu sekarang berada dalam kuburan yang digalinya. Tokoh Manda sebenarnya hanya ingin mempermainkan Ibu Suri saja.Begitu juga dengan pembaca atau penonton drama. Di awal cerita mungkin tidak memahami betul jalan cerita yang dimaksudkan atau tidak mengetahuinya sama sekali. Tokoh Suri yang dicari-cari Ibu suri itu sebenarnya tidak pernah muncul di dalam cerita. Ini juga menggambarkan absuriditas, karena tidak jelas bagaimana sosok tokoh yang diceritakan.Wisran Hadi sebagai penulis mungkin ingin mengungkapkan bahwa yang ingin di cari tokoh Ibu Suri itu sebenarnya adalah bukan seseorang atau hal yang nyata lainnya. Melainkan yang ia cari yaitu suri tauladan yang baik. Sebagaimana yang diceritakan, oleh tokoh I yang mengatkan bahwa Suri tidak bisa bejalan dan berlari, dia tetap berada di tempatnya. Begitu juga dengan tokoh Manda yang menanyakan kapan Suri dilahirkan dan kapan pula Suri turun mandinya.
Absuriditas yang tergambar sangat jelas, bagaimana seorang perempuan yang mencari anaknya, sedangkan perempuan tersebut takut untuk melahirkan.Selain itu penceritaan Roh ini diselingi dengan randang dan indang, dua bentuk kesenian yang tradisi Minangkabau yang masih populer sampai sekarang. Seperti yang dilakonkan oleh tokoh XI muncul sambil berdendang sebagaimana orang Minang berdendang. Dan pada bagian terakhir, Ibu Suri juga melepaskan segala kesedihannya dengan berdendang. Lewat naskah dramanya ini, Wisran Hadi telah mendokumentasikan peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat, sekaligus sebagai alat penghibur dan pendidikan bagi pembacanya.Sehingga, absuriditas yang dimunculkan Wisran Hadi bukan hanya sekedar sebuah hal yang definitif tanpa arti. Absurditas adalah sesuatu yang mustahil, sebuah pemikiran yang konyol dan kehidupan yang rumit namun menjadi aktual dan akan tetap relevan dengan kehidupan manusia saat ini, di sebuah zaman yang semakin sulit di pahami dan tidak manusiawi.
Komentar