PUISI

1.     Celah Hati

Inilah sebuah kisah
Yang nelangsa menekik awan
Menerobos celah-celah kerak bumi nan kerontang
Seberapa cepat angin membenam
Seberapa banyak deru debu berhamburan
Takkan pernah aku jadikan alasan
Kenapa aku menjadi tua

Dengar tetesan air yang berdendang
Menekik kepekaan batin
Bercerita tentang masa muda yang telah pergi
Dihadapkan penyesalan yang melekat
Kedalam celah hati yang merana

2.     Pecundang tepian

Jangan hiraukan rinai yang turun
Basuh mukamu dan keringkan
Tatap dunia kecilmu kedepan
Agar kelak kau sampai ke tujuan

Kau boleh ingat atau acuhkan
Bara mimpi yang kau impikan kemaren
Telah terbang bersama angan
Dengan berlari lepas bersama angin

Kini apa yang kau temukan?
Hingga akhirnya setiap insan
Berjalan sendirian ke tujuan
Prilaku sang waktu membuktikan
Kau bukan pecundang tepian


3.     Menyusuri Mimpi

Pelangi ini perlahan mulai redup
Dikalahkan cahaya jingga sore itu
Hembusan angin menahan rindu
Kepada pemuja cinta yang kehilangan arah
Tiada lagi, aku sendiri berjalan
Aku menanti,
Atau,
Aku yang harus menghampiri
Menyusuri mimpi yang mulai memudar
Menggapai angan yang telah menjauh


4.     Akhir Cerita Cinta

Kalau saja kuibaratkan matahari
Dengan acuh kau tinggalkan langit temaram
Dan jika kuibaratkan bintang
Dengan angkuh kau pamerkan kilaumu
Sementara aku yang berpijak di sebuah dasar tak bernafas

Rindu begitu mudahnya mengundang kenangan
Yang nyatanya makin menjauh
Ketika dingin singgah pada sebuah daun hati
Sedikit demi sedikit perasaan dilayangkan
Kepada kawan yang berputus asa
Menunggu akhir cerita cinta





5.     Angan


Senja ini seperti orang bodoh aku berdiri disini
Mencintai hidup setiap hari
Bisa menyembunyikan hatiku yang frustasi
Apa yang salah?
Aku tersesat, hilang, penyendiri
Sebuah kehidupan tanpa mimpi begitu melelahkan
Seperti pengecut yang berpura-pura menjadi sulit
Seperti badut yang dijinakkan dan disuruh-suruh
Tapi mimpi harus menyala dengan apapun yang kita miliki
Meskipun yang kita miliki tidak sempurna


6.     Ibu

Kemarin kau muncul dimimpiku
Kau menjadi lebih tua, lebih indah
Aku tak bisa mengenalimu
Lembut senyummu selalu terbayang
Kerinduan yang terasa sangat menyiksa
Sebelum aku pergi, bukankah aku telah berjanji?
Selain mengatur beban keluarga
Tak bisakah kau menungguku?
Kenapa kau masih tumbuh tua?
Ibu, kau menggangguku
Ibu, aku merindukanmu...





7.     Pengharapan


Silaunya redup, redup begitu saja dan kembali
Tanpa menyapa sinar sang pengganti
Aku terlelap disenja ini
Mengikuti angin yang beranjak pergi

Kehampaan hati seakan melambai-lambai
Sambil menunggu waktu lagi
Kalau boleh meminta, cepatlah kembali
Usir kabut ini dari pandangan kami

Tanpa ada kesedihan meratapi
Takkan ku hirup udara ini
Do’a kan kami berbesar hati
Demi negeri yang kami cintai
Hilangkan bencana yang baru terjadi

8.     Ujung kesabaran

Lihatlah daun yang diterbangkan ranting kecil
Menari-nari menyapa dinginnya malam
Aku berada diujung kesabaranku
Menunggu cinta yang ingin kembali
Maaf jika aku merindukanmu
Merindukanmu yang entah besok atau lusa
Merindukanmu yang tak pernah beranjak pergi
Namun kenapa kau tak pernah pedulikan itu
Pergi meninggalkanku bersama kita dimasa lalu








Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS STRUKTUR, KOHESI DAN KOHERENSI CERPEN HENING DI UJUNG SENJA KARYA WILSON NADEAK

Makalah Penggolongan Sastra Nusantara Cerita Binatang dan Pelipur Lara

Membandingkan Cerpen Malin Deman dan Cerpen Jaka Tarub Berdasarkan Ilmu Sastra Bandingan